Selasa, 20 Mei 2008

TEORI KESUSASTRAAN

RENE WELLEK & AUSTIN WARREN


Bagian pertama : DEFINISI DAN BATASAN
1.Sastra Dan Studi Sastra
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus.
2.Sifat –Sifat Sastra
Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi identik dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai karya imajinatif. Bahasa adalah bahan baku dari sastra sebagai medianya dan bahasa itu sendiri bukan benda mati seperti batu, melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistic dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem tanda matematika atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonym dengan kata lain adalah bahasa sastra sangat konotatif.
3.Fungsi Sastra
Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekana emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.
4.Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra
Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Yang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara teori, kritik, dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-karya konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan sejarah sastra masa kini dan masa lampau.
5.Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional
Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama dipakai untuk studi sastra lisan, kedua mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, dan yang ketiga sastra bandingan disamakan dengan studi sastra menyeluruh. Sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan keberanian untuk menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.

Bagian Kedua : PENELITIAN PENDAHULUAN
6.Memilih dan Menyusun Naskah
Salah satu kegiatan ilmuwan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya, memulihkan dari dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, keaslian, dan tahun penciptaan. Dan semua ini adalah kegiatan persiapan. Ada dua tingkat kegiatan persiapan dalam memilih naskah : (1) Menyusun dan menyiapkan naskah, (2) Menentukan urutan karya menurut waktu penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang naskah, meneliti karya kerja sama dan karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang atau penerbit. Dan ada 5 kegiatan dalam menyusun naskah : (1) Menyusun naskah dan mengumpulkan naskah dalam bentuk manuskrip atau cetakan (2) Membuat katalog atau keterangan bibliografi (3) Proses editing (4) Proses menetapkan silsilah teks berbeda dengan kritik teks (5) Koreksi teks.

Bagian ketiga : STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK
7.Sastra dan Biografi
Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni Sang Pengarang. Biografi dapat dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri perkembangan moral, mental, dan intelektualnya.Dan dapat juga dianggap sebagai studi yang sistematis tentang psikologi pengarang dan proses kreatif. Permasalahan penulis biografi adalah permasalahan sejarah. Penulis biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan, dan pernyataan otbiografis.
8.Sastra dan Psikologi
Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau studi pribadi. (2) Studi proses kreatif. (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. (4) Mempelajari dampak sastra pada pembaca. Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling kreatif.
9.Sastra dan Masyarakat
Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah ungkapan masyarakat “ (Literature is an expression of society). Masalah kritik yang berbau penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif : (1) Sosiologi pengarang, profesi pengarang, institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri (3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.
10.Sastra dan Pemikiran
Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan mencerminkan sejarah pemikiran.

Bagian keempat : STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK
11.Sastra dan Seni
Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Teori dan selera terhadap seni bisa dipelajari dan sedikit banyak dikaitkan dengan teori dan selera sastra masing-masing ( penyair ataupun pelukis). Sastra -terutama lirik dan drama- banyak memakai musik, sastra juga bisa menjadi tema seni lukis atau musik -terutama seni suara dan musik program. Disamping masalah sumber dan pengaruh, inspirasi dan kerja sama, ada masalah lain yang penting yakni karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan atau mengahasilkan efek musical.
12.Modus Keberadaan Karya Sastra
Tulisan dan cetakan telah memungkinkan kesinambungan sejarah sastra, serta banyak meningkatkan keutuhan dan kesatuan karya sastra. Fungsi cetakan pada puisi tidak terbatas pada hal-hal yang luar biasa karena puisi adalah pengalaman pembacanya yang mana puisi tak lebih dari proses mental masing-masing pembaca. Jadi sama dengan keadaan mental atau proses yang kita rasakan ketika membaca dan mendengarkan puisi. Teknis grafis lebih banyak dipakai untuk sastra daripada untuk musik. Bahkan pada periode tertentu dalam sejarah puisi, lukisan grafis telah menjadi bagian dari puisi.
13.Efoni, Irama, dan Matra
Karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna, maka dalam menganalisis efek bunyi kita mempunyai dua prinsip : (1) Kita harus membedakan penyajian puisi secara lisan dan pola suara puisi. (2) Bunyi harus dianalisis terpisah dari makna. Dua macam unsure bunyi : (1) unsur bunyi yang melekatat misalnya kekhasan bunyi a atau o, terlepas dari kuantitasnya. (2) unsur bunyi yang terkait -dasar irama dan matra- adalah titi-nada lama bunyi, tekanan, dan pengulangan. Intonasi tidak dama dengan melodi. Matra mengatur sifat bunyi bahasa yang bersangkutan dan mengatur irama prosa kea rah isokronisme.
14.Gaya dan Stilistika
Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung padanya. Dalam tesisnya dia berkata : pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari penyairnya, tapi dari bahasa yang dipakainya. Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistic yang kua, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontras system bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya bersifat estetis.
15.Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos
Pencitraan adalah topic yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologi, kata citra berarti reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat indrawi dan berdasarkan persepsi. Pebedaan penting antara symbol dengan metafora dan citra adalah symbol secara terus-menerus menampilkan dirinya dan citra dapat dibangkitkan melalui sebuah metafora. Mitos adalah naratif, cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, dan eksposisi. Mitos bersifat irasional dan intuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis.
16.Sifat dan Ragam Fiksi Naratif
Realitas dalam karya fiksi yakni ilusi kenyataan dan kesan menyakinkan yang ditampilkan kepada pembaca, tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari. Fiktif naratif atau cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu yang banyak bersumber dari sejarah. Pola utama fiksi naratif adalah sifatnya yang mencakup semua unsure penceritaan. Dalam bahasa inggris ada dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romansa yang bersifat puitis dan epik dan novel yang bersifat realistis.
17.Genre Sastra
Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan: sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu. Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yakni ada dua penggolongan jenis utama sastra yaitu tragedy dan epik. Tetapi istilah genre perlu diterapkan untuk pembagian jenis secara histories menjadi tragedy dan komedi.
18.Penilaian
Seseorang harus menghargai sastra sebagai sastra itu sendiri dan orang harus memberi penilaian terhadap sastra dengan mengacu pada tingkatan nilai sastra sendiri. Antara sifat, fungsi, dan penilaian terhadap sastra harus saling berkaitan. Konsep tentang kemurnian adalah salah satu unsure analisis. Yaitu unsure susunan dan fungsi. Yang menentukan suatu karya sastra atau bukan sastra bukanlah unsure-unsurnya, tetapi bagaimana unsure-unsur itu disatukan dan berfungsi.



19.Sejarah Sastra
Kebanyakan sejarah sastra adalah sejarah social atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra, atau impresi dan penilaian atas bebrapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara kronologis.

Pendidikan Berbasis Luas (Broad-based Education ) Yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup (Life Skill)

Prinsip penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dijelaskan pada pasal 4 ayat 2 sebagai pendidikan multimakna, yaitu proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup. Rincian dari pendidikan kecakapan hidup terdapat pada penjelasan UU Sisdiknas 2003 pasal 26 ayat 3 yaitu : “Pendidikan kecakapan hidup atau Life Skills adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan social, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri.
Pendidikan dan Dunia Kerja
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan, yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhir dari suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sector formal maupun sector informal.
Bagan Ruang Lingkup Dunia Kerja













Kecakapan Generik
Kecakapan generic adalah kecakapan prasyarat untuk memperoleh kemampuan lainnya dari spectrum keilmuan dan kejujuran yang sangat luas. Dengan kata lain seseorang akan sangat sulit memiliki kecakapan akademik dan atau kejuruan serta sikap kewiraswastaan tanpa memiliki kecakapan generic.
Pendididikan Berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (Life Skill)
Broad-based Education (BBE) adalah pendidikan berbasis luas, yaitu pendidikan yang dapat membekali siswa dengan kecakapan generic atau kecakapan hidup yang bersifat umum, yang memungkinkan mereka dapat memiliki kecakapan akademik dan atau kejuruan, sehingga mereka dapat memasuki dunia kerja dalam berbagai bidang keahlian, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.
Kecakapan Hidup Sebagai Tujuan Pendidikan
Tujuan semua mata pelajaran pada kurikulum 1994/1999 dapat dirumuskan dalam bentuk kemampuan dasar atau kompetensi dasar. Dengan Kurikulum 1994/1999 yang bersifat Subject Matter Curriculum, guru dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis kompetensi.
Kecakapan hidup dapat didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kemampuan dasar kejuruan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupannya, serta harkat dan martabatnya dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran,terdiri atas :
1.kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill)
2.kecakapan hidup yang bersifat khusus (specific life skill)
kecakapan hidup yang bersifat umum terdiri dari :
Kecakapan personal dengan komponennya :
- Kecakapan belajar (learning to learn)
- Kecakapan beradaptasi (adaptability)
- Kecakapan menanggulangi (cope ability)
- Motivasia
- Kecakapan mengenal diri (self awarenes)
- Kemandirian
- Tanggung jawab
Kecakapan social dengan komponennya :
- Kecakapan berkomunikasi
- Kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif (bekerja dalam kelompok)
- Solidaritas
Kecakapan hidup yg bersifat specific,merupakan kecakapan keahlian dalam bentuk :
- Kecakapan akademik dan
- Kecakapan vocasional
Kecakapan belajar (learning to learn)yang bersifat proses adalah kecakapan generic (generic life skill) memungkinkan siswa dapat menguasai konsep keilmuan (kecakapan akademik) dan atau kecakapan kejuruan. Konsep-konsep kunci keilmuan dapat ditransfer kepada disiplin ilmu lainnya, sehingga siswa yang memiliki kecakapan dasar akademik dapat beradaptasi dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu dalam pendidikan kejuruan bidang studi akademik disebut sebagai program adaptif.
Model pembelajaran kooperatif-kolaboratif memungkinkan siswa memiliki kecakapan social seperti kecakapan bekerja kooperatif, kolaboratif dan solidaritas
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkn kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan yaitu masyarakat belajar.
Konsep Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pasal 3 UU Sisdiknas menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah pemberdayaan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (kecakapan psikomotorik).
Potensi Manusia
Dalam istilah kompetensi maka Potensi adalah kemampuan yang masih terpendam, dan dalam istilah potensi, Kompetensi adalah potensi yang telah actual. Pembelajaran adalah proses aktualisasi potensi peserta didik menjadi kompetensi, atau pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi, oleh karena itu disebut Student Empowerment.
Dalam dunia pendidikan telah dikenal adanya tiga domain pendidikan yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik, artinya siswa memiliki tiga potensi yaitu potensi nilai dan sikap(afektif), potensi intelektual (kognitif) dan potensi fisik manual atau potensi indrawi (motorik ataw psikomotorik)
Potensi manusia yang pertama yang harus diaktualisasikan adalah potensi panca indra yang dalam ayat diatas digambarkan dengan pendengaran(telinga), dang penglihatan (mata), tetapi sebenarnya meliputi perabaan (tangan), penciuman (hidung), dan rasa (mulut dan lidah)
Piaget menjelaskan bahwa pada usia bayi hingga dua tahun ia sudah belajar melalui sensori motorik, ia mengumpulkan data di memorinya dari apa yang diterimanya melalui panca indranya.
Hati menggambarkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Lapisan kedua setelah lubuk hati adalah qalbu (EQ), dan lapisan terluar dari hati adalah kecerdasan manusia yang dapat dibisiki oleh syaitan.
Potensi berikutnya yang harus diaktualisasikan adalah potensi intelektual (IQ) menjadi kecakapan akademik yaitu penguasaan dan pemilikan konsep-konsep dasar keilmuan. Kecakapan akademik akan dimiliki seseorang bila orang tersebut melakukan suatu proses mengkonstruksi konsep-konsep kunci keilmuan dalam kerangka konsep yang ada di dalam otaknya sehingga terbentuklah kerangka konsep. Semua kecakapan itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kecakapan hidup dengan akhlak mulia dan berdampak rahmatan lil’alamin.
Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Seseorang tidak akan memperoleh selain apa yang diupayakannya, dapat ditafsirkan bahwa seseorang tidak akan memiliki dan menguasai ilmu tanpa ia sendiri yang mengupayakannya, artinya ia harus memiliki kecakapan proses, penguasaan dan pemilikan ilmu. Hafal akan ilmu pengetahuan belum berarti memiliki konsep-konsep dasr keilmuan atau memiliki kecakapan akademik, karena seorang yang memiliki konsep keilmuan, ia dapat menggunakan kinsep itu sebagai suatu alat bagi pemecahan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu tidak dapat dikuasai seseorang hanya dengan menghafalkan melainkan ia sendiri harus berupaya melakukan proses penguasaan ilmu (QS. 53:39) dengan menggunakan metode ilmiah (QS. 96:1-5).
Tujuan Pendidikan Dalam Agama Islam
Kompetensi social dari seorang mu’min, yang antara lain digambarkan dengan sifat saling menyayangi (silaturrahmi), dijelaskan dalam surat an Nisaa’(QS. 4:1)
Tujuan utama pendidikan adalah pembentukan manusia menjadi pemimpin di muka bumi sesuai dengan tugas yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Ayat-ayat tersebut dapat memberikan gambaran dari tujuan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan insane ulil albab yang kaaffah, yang memiliki iman dan taqwa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, bangsa, negara dan agamanya. Ketiga dimensi hasil pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah domain afektif (iman), domain kognitif (ilmu) dan domain psikomotorik (amal). Profil manusia hasil pendidikan yang digambarkan di atas mensyaratkan adanya penyelenggaraan pendidikan yang memiliki tiga dimensi yaitu dimensi proses, dimensi materi keilmuan, dan dimensi aplikasi dalam kehidupan atau melalui pembelajaran yang berbasis kompetensi.
Tiga Dimensi Tujuan Pendidikan yg Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (life skill)
Kecakapan hidup merupakan muara dari proses pembelajaran seluruh mata pelajaran, baik kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pemilikan nilai dan sikap (afektif/normative) kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pemilikan keilmuan (kognitif/adaptif/akademik) maupun kelompok mata pelajaran yang bersifat psikomotorik (produktif).
Tujuan pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup, memiliki tiga dimensi yaitu :
Dimensi pertama adalah tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metoda (methodological objectives).kecakapan ini bersifat generic dan juga merupakan kecakapan prasyarat.
Dimensi kedua adalah tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan konsep dasar keilmuan (content objectives)
Dimensi ketiga adalah tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan menerapkan konsep dasar (keilmuan ataupun kejuruan) dalam kehidupan sehari-hari (life skill objectives)
Dalam pendidikan islam dimensi ketiga ini disebut dimensi amal
Ketiga dimensi tujuan pembelajaran yang berorientasi pada kecakapan hidup atau pembelajaran berbasis kompetensi,merupakan karakteristik dari semua mata pelajaran, baik mata pelajaran yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Ketiga dimensi tujuan pembelajaran tersebut juga merupakan karakteristik dari pembelajaran yang berorientasi pada kecakapan akademik maupun kecakapan vokasional.
Kesimpulan
Akhir dari suatu proses pendidikan adalah dunia kerja baik bidang akademik ataupun kejuruan. Lulusan sekolah ataupun pendidikan tinggi hendaknya mampu memasuki dunia kerja yang begitu luas, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya (broad-based education) agar mereka memiliki kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill) sebagai fondasi yang luas. Tujuan pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup dicapai dengan penyelenggaraan pembelajaran yang berbasis kompetensi (competency-based instruction). Ada tiga dimensi yang hendaknya diperhatikan dalam pembelajaran berbasis kompetensi yang bermuara pada kecakapan hidup. Pertama adalah dimensi kecakapan proses, dan kedua adalah dimensi materi. Kedua dimensi ini dapat dikuasai siswa secara serempak dalam KBM dengan metode yang sesuai, misalnya “discovery learning”. Dimensi yang ketiga adalah kecakapan siswa dalam mengaplikasikan kompetensi dasar dalam kehidupan sehari-hari.

Selasa, 01 April 2008

SingaRaja

Analisis ramalan bintang dalam Koran Jawa Pos


Sebuah media berusaha mengemas beritanya dalam berbagai ragam dan bentuk yang dapat menarik minat pembaca maupun dapat memunculkan sebuah ciri khas tersendiri, berbagai macam ragam dan bentuk tersebut mengacu pada sebuah tujuan untuk menarik minat pembaca media tersebut. Media masa berusaha untuk selalu menampilkan berita terbaru kepada para para pembacanya, dan mereka menyiasatinya agar dapat meningkatkan daya tarik kepada para pembaca media tersebut. Berita-berita akan selalu ada yang terbaru dalam setiap harinya, dan ada juga betita yang hadir setiap satu minggu sekali.
Ramalan bintang dalam Koran Jawa pos hadir untuk memenuhi keingingan pembacanya setiap hari minggu, kehadiran ramalan bintang ini bisa menjadi cndu bagi seorang pembaca. Bahkan tak jarang para pembaca yang selalu menunggu kehadiran ramalan bintang tersebut setiap minggunya. Hampir sebagian besar pembaca tak akan melewatkan ramalan bintang yang hadir setiap hari minggu ini, sebab mereka semua ingin mengetahui tentang keberuntungan, asmara, hari baik maupun angka keberuntungan mereka minggu ini. Mereka akan menemukan kepuasan tersendiri jika menurut ramalan bintang tersebut minggu ini keberuntungan berpihak kepada nereka. Apabila menurut ramalan bahwa minggu ini Dewi Fortuna berpihak pada mereka maka ramalan tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah pemacu semangat, dan apabila menurut ramalan keberuntungan tak berpihak padanya maka ia pun dapat tak mempercayainya dan mengabaikannya begitu saja.
Ketika sebuah ramalan dalam Koran Jawa Pos menjadi sebuah candu bagi seseorang, maka orang tersebut akan menjadikannya sebagai sebuah pegangan dalam satu minngu ini, dan apabila adanya kurang kesesuaian antara isi ramalan tersebut dengan apa yang sedang ia alami pada saat ia membaca ramalan tersebut maka dapat mengabaikannya atau ia akan berusaha mencari hal-hal yang mirip dengan isi ramalan tersebut.
Koran Jawa Pos menghadirkan rubrik ramalan bintang setiap hari minggu karena mereka tahu bahwa pada hari tersebut para pembaca koran lebih banyak dari pada hari-hari sebelumnya. Banyaknya instansi yang libur memberikan waktu senggang yang cukup banyak bagi seseorang untuk bersantai di rumah sambil membaca koran.
Jawa pos selalu menyertakan ranmalan tentang shio seseorang, meraka berpendapat bahwa ramalan mengenai shio adalah padanan yang tepat jika disandingkan dengan ramalan bintang. Bagi seorang pembaca mereka akan terasa lebih afdol jika membaca kedua-duanya. Kalau bagi para remaja yana menjadi daya tarik dari kedua ramalan tersebut tak lain adalah tentang ramalan mengenai asmara mereka.sebab bagi seorang remaja asmara adalah hal yang mereka nomor satukan bila dibandingkan dengan keuangan, keberuntungan, angka keberuntungan ataupun hari baik. Biasanya mereka juga akan melihat ramalan bintang lawan jenis mereka yang mereka senangi. Bagi sebagian besar masyarakat kita, sebuah raamlan merupakan sebuah hal yang sengat penting atau bahkan tak jarang yang menjadikannya sebagai sebuah kepercayaan. Misalkan saja ada hal-hal yang dilarang dalam ramalan tersebut maka bagis eorang pembaca yang benar-benar fanatic maka ia pun juga akan menurut dengan apa yang dilarang dalam ramalan tersebut. Padahal ramalan tersebuta tak jarang membuat seseorang akan yang Maha Kuasa yang justru mempunyai kuasadan berhak menentukan apa yang akan terjadi pada diri kita.
Dari kelemahan pembaca diatas, maka para orang yang bergelut di media masa tahu dan mereka dapat menyimpulkan bahwa seorang pembaca itu akan lebih percaya kepada sesuatu yang tampak ( ramalan Bintang) dari pada sesuatu yang tak tampak (takdir) meskipun kebenarannya nyata dan tak perlu diragukan lagi.